Foto : Nampak Kendaraan pemuat kayu yang ditahan
warga Abuki karena pemerintah dinilai lamban bertindak, jalan rusak dan membahayakan pengguna jalan. (Red*)
Unaaha, Sultra Ekspress
Sejumlah warga di Kecamatan Abuki, Senin (17/4)
malam menggelar aksi di jalan dengan
menahan paksa sejumlah kendaraan yang melintas mengangkut kayu olahan di atas
kapasitas 8 ton.
Inisiatif warga menggelar aksi itu secara massal
lantaran gerah karena instansi terkait tidak peduli dengan aktivitas para pengusaha
yang sudah merusak badan jalan.
Aksi tersebut nyaris diwarnai keributan. Salah satu pemilik unit kendaraan jenis
dumtruck bernomor polisi DD 9899 AS yang sempat ditahan warga itu tidak
menerima perlakuan massa aksi tersebut.
Menurut warga yang ditemui di TKP Harwan,S.Sos pemilik
kayu ini juga sempat mengeluarkan
sebilah pisau dapur seraya mengancam para massa aksi. Namun massa tidak
meladeni ajakan itu.
Dikatakannya,truk UD Kembar Tiga tersebut bertolak
dari Tempat Penampungan Kayu (TPK) di Abuki sendiri menuju pelabuhan Kolaka
untuk dikirim ke Kota Makassar.
Soal ijin kelengkapan pemuatan bukan kewenangan
massa aksi, kata Harwan,S.Sos. Namun mereka hanya menuntut hasil hearing belum lama
ini di DPRD Konawe yang menyebutkan jalan poros Tongauna-Abuki hanya boleh
dilalui oleh kendaraan bermuatan maksimal 8 ton.
“Karena sebelumnya kita sudah pernah melakukan
aksi, bahkan badan jalan kita tanami pisang, namuh itu tidak menggurungkan niat
angkutan para pengusaha itu,”paparnya.
Sementara Kapolsek Abuki, IPDA Srianto membenarkan hal itu. Dia mengaku
sekiranya pukul 03.00 dini hari, pihaknya mendapat laporan tentang adanya aksi
tersebut. Setelah itu anggota langung bergeser menuju TKP.
“Sempat mau terjadi perkelahian, namun segera
dilerai oleh warga. Dan setelah itu kondisi keamanan tetap terjaga karena
masyarakat juga turut menjaga Kantibmas,”paparnya.
Dikatakan, aparat kepolisian yang berada di
lapangan sudah menyarankan kepada korban
yang mengaku dipukul oleh pengusaha tersebut untuk segera melapor ke
kepolisian setempat untuk diproses.
Kemudian persoalan yang menjadi tuntutan warga itu,
pihaknya belum mau berkomentar, karena hal itu masih dalam proses penyelidikan.
“Kita saat ini masih masih fokus pada pengamanan barang. Tuntutan mereka
sebenarnya terhadap perbaikan jalan, ”katanya.
Sementara Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Konawe
Firdaus P Raha yang diwawancara di TKP hari itu, mengatakan, “ Dinas
Perhubungan yang oleh Negara diberi kewenangan adalah untuk mengatur
rambu-rambu jalan untuk larangan peringatan dan untuk jalan ini (Tongauna-Abuki-Red)
adalah jalan kelas C yang bobot kendaraannya maksimal delapan ton dan kendaraan
yang melebihi kapasitas delapan ton tidak boleh lewat, jelasnya. Menurutnya,
jalan tersebut sudah dipasangi rambu-rambu jalan larangan lewat bagi kendaraan
yang bebannya melebihi delapan ton dan jika ada yang tetap lewat maka akan
dikenakan sangsi berupa tilang. Kecuali kendaraan yang dalam keadaan insidentil
seperti memuat Eksa itupun dikawal oleh Kepolisian. Dalam melaksanakan tugas
kami dilapangan kami dikawal oleh Kepolisian karena memang kami dalam
melaksanakana tugas dilapangan kami dikawal oleh kepolisian. Iapun mengakui
jika Dishub melakukan kewenangannya hanya di dua tempat yaitu di POS PAD,
Terminal dan jika dirasa perlu diluar maka perlu ada pengawalan dengan
kepolisia karena Dishub membantu kepolisian dalam hal tugasnya dari negara.”jelasnya.Hal
ini sempat membuat ketegangan antara pihak Forum Masyarakat Peduli Abuki yang
dipimpin oleh Harwan,S.Sos menurut Harwan,S.Sos apa yang dilakukan oleh pihak perhubungan sangat
disayangkan karena tak bekerja maksimal untuk menangani keluhan masyarakat
seperti yang ia lakukan pada Selasa (18/3) dini hari sekitar pukul 01.00 wita
ia menghubungi Kadishub Konawe Firdaus P Raha namun jawaban yang ia terima
sangat memekakan telinga karena Firdaus memberikan jawaban yang tak rasional
dan tak mendidik sehingga Harwan,S.Sos dengan warga dan rekan-rekannya nekat menahan
kendaraan yang lewat dan dianggap melebihi kapasitas tonase 8 ton seperti hasil
hearing di DPRD Konawe belum lama ini tentang pelarangan kendaraan bermuatan
diatas delapan ton untuk lewat dijalur Tongauna-Abuki mengingat jalan tersebut
adalah jalan berkelas rendah (C-Red) hal itu membuat warga jadi kesal karena
tak knujung dibuktikan oleh Pemerintah (Perhubungan) untuk menindak secepatnya
kendaaran yang melalui jalur itu diatas keputusan hearing DPRD Konawe.
Kepala Dinas Perhubungan Konawe Firdaus P Raha bersama Kepala Dinas
Kehutanan Kabupaten Konawe HK.Santoso, membantah tudingan warga bahwa instansi
bersangkutan telah melakukan pembiaran baik dalam hal berat muatan maupun
dalam hal ijin pengolahan kayu.
Menurutnya, pihaknya sudah memasang rambu sebagai
petunjuk penggunaan jalan, namun para pengusaha itu sendiri yang tidak mau mengindahkan
petunjuk itu.
Kewenangan Dishub untuk melakukan tilang ketika
dibantu oleh PPNS didampingi pihak kepolisian. “Yang tinggal di pos PAD hanya
bertugas memungut retribusi, tidak ada kewenangan untuk melakukan
tilang,”katanya.
PPNS yang ada hanya berjumlah 1 orang dan menangani
26 kecamatan di Kabupaten Konawe. Sehingga Dishub tak berdaya memantau sendiri
aktivitas itu.
Dia pun mengakui bahwa poros tersebut hanya bisa
dilalui oleh kendaraan yang kapasitas muatannya maksimal 8 ton. Terkecuali yang
sifatnya insidentil, seperti kendaraan yang memuat alat berat sedangkan itu harus
melalui pengawalan aparat kepolisian.
Kadishut Konawe, HK Santoso ketika ditanya mengenai ijin pengolahan kayu yang ada di Abuki, mengatakan," Ijin pengolahan kayu di Kecamatan Abuki masih aman-aman saja dan untuk jenis kayu besi memang masih ada di lahan masyarakat, "akunya. Hal ini tentunya sungguh mengherankan karena sudah tak menjadi rahasia lagi buat kita semua kalau jenis kayu besi adanya hanya di hutan lindung karena hutan ataupun lahan masyarakat di daerah itu rata-rata sudah dijadikan kebun dan lokasi perkebunan sawit. Sehingga menimbulkan pertanyaan akan ulah penerbit didaerah itu, apakah benar-benar kayu yang diolah oleh pengolah kayu adalah kayu dari lahan masyarakat atau dari Hutan Lindung (HL) jangan sampai hanya sebuah kedok seperti yang terjadi di daerah Konawe Utara. Olehnya itu pihak Kepolisian diminta untuk jeli dalam menangani kasus ini sebab tak menutup kemungkinan pekerjaan ini sudah modus lama alias hasil kongkalikong antara pengusaha dengan penerbit ijin dari Dinas Kehutanan serta pemberi ijin di Kabupaten Konawe. Menurut Kadis HUT HK.Santoso ijin yang dikeluarkan di daerah itu merupakan ijin yang ditanda tangani oleh Bupati Konawe dan badan perizinan Konawe karenanya hal ini dibutuhkan kejelian dan kemauan keras untuk menuntaskan kasus kayu di daerah ini mengingat Konawe terkhusus daerah Abuki sudah sangat rawan jika terus di olah hutannya yang merupakan penyangga Konawe. Bayangkan saja jika hutannya sudah gundul maka sumber mata air akan hilang dan banjir bandang akan terjadi. Kalaupun ijin dikeluarkan maka Bupati Konawe, Badan Perizinan harus melihat langsung dimana lokasinya jangan sampai hanya kedok dilahan masyarakat padahal kayunya berasal dari kawasan hutan lindung. Dinas Kehutanan Konawe diduga kuat 99 % kurang hati-hati dalam mengeluarkan ijin yang mengakibatkan sejumlah pengusaha kayu harus berurusan dengan hukum. Selain tidak hati-hati Dinas Kehutanan Konawe juga tak mampu mengawasi para pengolah kayu dan nanti bertindak setelah ada laporan warga maupun tangkapan Polisi baru dilakukan lagi lacak balak. Ini merupakan suatu kelalaian dan seharusnya tak terjadi. Akhir dari perdebatan antara Forum Masyarakat Peduli Abuki dengan dua Instansi yang seyogianya pada hari itu mereka menuntut tiga instansi yakni Dinas Perhubungan, PU dan Kehutanan berakhir dengan kesepakatan tak adalagi kendaraan yang melebihi kapasitas 8 ton boleh lewat di jalur Tongauna - Abuki dan mobil pemuat kayu Nopol DD 9899 AS dibawa ke Polres Konawe untuk diamankan.
Sementara itu menurut kordinator LSM Laskar Anti Korupsi Kab.Konawe Ismail sangat menyayangkan adanya tindakan anarkis yang dilakukan oleh pemilik kayu sebut saja Hermansyah (Ere) yang muaranya pada pengancaman terhadap keselamatan nyawa orang apalagi kepada oknum Wartawan yang sementara melaksanakan tugas jurnalistik.
Ditambahkannya,jika dikaji dari UU No 40 Tahun 1999 tentang PERS.maka perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah tindakan yang menghalang-halangi tugas dari jurnalistik dan bisa saja Wartawan yang telah dianiaya menuntut lewat pasal jurnalistik berdasarkan pasal 18 ayat 1, barang siapa secara melawan hukum sengaja menghalangi/menghambat kegiatan peliputan jurnalistik PERS diancam dengan hukuman pidana penjara minimal 2 tahun dan denda minimal Rp.500 juta rupiah.
"saya sangat tidak terima jika ada rekan-rekan kami baik Wartawan maupun LSM yang diintimidasi dilapangan apalagi dalam menjalankan tugas kami demi kepentingan orang banyak" Tegasnya.
Sementara korban pengancaman dan penghalangan tugas Jurnalistik (Anas) beserta rekannya menuju Polres Konawe untuk melaporkan kejadian yang menimpa dirinya karena dia merasa dirinya terancam dengan Hermansyah (Ere) yang diduga adalah pemilik kendaraan pemuat kayu yang ditahan warga Abuki dan Annas waktu itu sedang bertugas meliput kegiatan warga itu.(Red*)
Kadishut Konawe, HK Santoso ketika ditanya mengenai ijin pengolahan kayu yang ada di Abuki, mengatakan," Ijin pengolahan kayu di Kecamatan Abuki masih aman-aman saja dan untuk jenis kayu besi memang masih ada di lahan masyarakat, "akunya. Hal ini tentunya sungguh mengherankan karena sudah tak menjadi rahasia lagi buat kita semua kalau jenis kayu besi adanya hanya di hutan lindung karena hutan ataupun lahan masyarakat di daerah itu rata-rata sudah dijadikan kebun dan lokasi perkebunan sawit. Sehingga menimbulkan pertanyaan akan ulah penerbit didaerah itu, apakah benar-benar kayu yang diolah oleh pengolah kayu adalah kayu dari lahan masyarakat atau dari Hutan Lindung (HL) jangan sampai hanya sebuah kedok seperti yang terjadi di daerah Konawe Utara. Olehnya itu pihak Kepolisian diminta untuk jeli dalam menangani kasus ini sebab tak menutup kemungkinan pekerjaan ini sudah modus lama alias hasil kongkalikong antara pengusaha dengan penerbit ijin dari Dinas Kehutanan serta pemberi ijin di Kabupaten Konawe. Menurut Kadis HUT HK.Santoso ijin yang dikeluarkan di daerah itu merupakan ijin yang ditanda tangani oleh Bupati Konawe dan badan perizinan Konawe karenanya hal ini dibutuhkan kejelian dan kemauan keras untuk menuntaskan kasus kayu di daerah ini mengingat Konawe terkhusus daerah Abuki sudah sangat rawan jika terus di olah hutannya yang merupakan penyangga Konawe. Bayangkan saja jika hutannya sudah gundul maka sumber mata air akan hilang dan banjir bandang akan terjadi. Kalaupun ijin dikeluarkan maka Bupati Konawe, Badan Perizinan harus melihat langsung dimana lokasinya jangan sampai hanya kedok dilahan masyarakat padahal kayunya berasal dari kawasan hutan lindung. Dinas Kehutanan Konawe diduga kuat 99 % kurang hati-hati dalam mengeluarkan ijin yang mengakibatkan sejumlah pengusaha kayu harus berurusan dengan hukum. Selain tidak hati-hati Dinas Kehutanan Konawe juga tak mampu mengawasi para pengolah kayu dan nanti bertindak setelah ada laporan warga maupun tangkapan Polisi baru dilakukan lagi lacak balak. Ini merupakan suatu kelalaian dan seharusnya tak terjadi. Akhir dari perdebatan antara Forum Masyarakat Peduli Abuki dengan dua Instansi yang seyogianya pada hari itu mereka menuntut tiga instansi yakni Dinas Perhubungan, PU dan Kehutanan berakhir dengan kesepakatan tak adalagi kendaraan yang melebihi kapasitas 8 ton boleh lewat di jalur Tongauna - Abuki dan mobil pemuat kayu Nopol DD 9899 AS dibawa ke Polres Konawe untuk diamankan.
Sementara itu menurut kordinator LSM Laskar Anti Korupsi Kab.Konawe Ismail sangat menyayangkan adanya tindakan anarkis yang dilakukan oleh pemilik kayu sebut saja Hermansyah (Ere) yang muaranya pada pengancaman terhadap keselamatan nyawa orang apalagi kepada oknum Wartawan yang sementara melaksanakan tugas jurnalistik.
Ditambahkannya,jika dikaji dari UU No 40 Tahun 1999 tentang PERS.maka perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah tindakan yang menghalang-halangi tugas dari jurnalistik dan bisa saja Wartawan yang telah dianiaya menuntut lewat pasal jurnalistik berdasarkan pasal 18 ayat 1, barang siapa secara melawan hukum sengaja menghalangi/menghambat kegiatan peliputan jurnalistik PERS diancam dengan hukuman pidana penjara minimal 2 tahun dan denda minimal Rp.500 juta rupiah.
"saya sangat tidak terima jika ada rekan-rekan kami baik Wartawan maupun LSM yang diintimidasi dilapangan apalagi dalam menjalankan tugas kami demi kepentingan orang banyak" Tegasnya.
Sementara korban pengancaman dan penghalangan tugas Jurnalistik (Anas) beserta rekannya menuju Polres Konawe untuk melaporkan kejadian yang menimpa dirinya karena dia merasa dirinya terancam dengan Hermansyah (Ere) yang diduga adalah pemilik kendaraan pemuat kayu yang ditahan warga Abuki dan Annas waktu itu sedang bertugas meliput kegiatan warga itu.(Red*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar