Pelaksaan Upacara Melasti dilakukan tiga hari (tilem
kesanga) sebelum Hari Raya Nyepi, Upacara Melasti bisa juga
sebut upacara Melis atau Mekilis, dimana pada hari ini umat Hindu
melakukan sembahyangan di tepi pantai dengan tujuan untuk mensucikan diri dari
segala perbuatan buruk di masa lalu dan membuangnya kelaut,ini dilaksanakan
sebelum merayakan Tapa Brata penyepian.
Dalam lontar Sundarigama berbunyi seperti ini:"....manusa
kabeh angaturaken prakerti ring prawatek dewata.". Sementara Melasti
dalam ajaran
Hindu
Bali berbunyi nganyudang malaning gumi ngamet Tirta Amerta atau
menghanyutkan kekotoran alam menggunakan air kehidupan. Laut sebagai simbol
sumberTirtha Amertha (Dewa Ruci, Pemuteran Mandaragiri). Umat Hindu di
Bali melaksanakan upacara Melasti sebagai rangkaian pelaksanaan perayaan
Hari Raya Nyepi.
Selain melakukan sembahyang, Melasti juga adalah hari
pembersihan dan penyucian aneka benda sakral milik Pura (pralingga atau
pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya) benda benda tersebut di
usung dan diarak mengelilingi desa, ini bertujuan menyucikan desa, selanjutnya
menuju samudra, laut, danau, sungai atau mata air lainnya yang dianggap suci.
Upacara
dilaksanakan dengan melakukan sembahyangan bersama menghadap laut, seluruh
peserta upacara mengenakan baju putih. Setelah upacara Melasti usai
dilakukan, seluruh benda dan perlengkapan tersebut diusung ke Balai Agung Pura
desa. Sebelum Ngrupuk dilakukan nyejer dan selamatan. Umat Hindu di Bali
berharap mendapat kesucian diri lahir batin serta mendapatkan berkah dari Sang
Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) untuk menghadapi kehidupan di masa yang
akan datang.
Untuk
menyambut Hari Raya Nyepi, pelaksaan upacara Melasti ini di bagi
berdasarkan wilayah, di Ibukota provinsi dilakukan Upacara Tawur.
Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca Kelud. Di tingkat kecamatan
dilakukan upacara Panca Sanak. Di tingkat desa dilakukan upacara Panca
Sata. Dan di tingkat banjar dilakukan upacara Ekasata. Sedangkan di
masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah).
Makna dari upacara Melasti adalah suatu proses pembersihan diri manusia,
alam dan benda benda yang di anggap sakral untuk dapat suci kembali dengan
melakukan sembahyang dan permohon kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa),
lewat perantara air kehidupan (laut, danau, sungai ), dengan jalan dihayutkan
agar segala kotoran tersebut hilang dan suci kembali. Upacara ini juga
bertujuan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar Umat Hindu
diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian Hari Raya Nyepi.
Pelaksanaan
Ritual dan seluruh perlengkapan (pralingga atau pratima Ida Bhatara benda
benda yang suci dan dianggap Sakral)harus sudah kembaliberada di bale agung
selambat lambatnya menjelangsore.
Pelaksaaan upacara Melasti dilengkapi dengan berbagai sesajen sebagai
simbolis Trimurti, 3 dewa dalam Agama Hindu, yaituWisnu, Siwa, dan
Brahma. serta Jumpana singgasana Dewa Brahma.
Dalam Lontar Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala ada empat
hal yang dipesankan dalam upacara Melasti:
- Mengingatkan agar terus
meningkatkan baktinya kepada Tuhan (ngiring parwatek dewata).
- Peningkatan bakti itu untuk
membangun kepedulian agar dengan aktif melakukan pengentasan penderitaan
hidup bersama dalam masyarakat (anganyutaken laraning jagat).
- Membangun sikap hidup yang
peduli dengan penderitaan hidup bersama itu harus melakukan upaya untuk
menguatkan diri dengan membersihkan kekotoran rohani diri sendiri (anganyut
aken papa klesa).
- Bersama-sama menjaga
kelestarian alam ini (anganyut aken letuhan bhuwana).
Pelaksanaan
Upacara:
- Upacara Melasti dimulai
iring-iringan umat membawa sarana-sarana upacara serta jempana dan barong
yang akan diarak menuju tempat sumber air (danau, sungai atau pantai yang
letaknya tidak jauh dari Pura di desa terdekat) dengan diiringi tabuh
beleganjur.
- Setelah tiba di tepi sumber
air, upacara Melaspas dilanjutkan dengan proses pengambilan
air suci gunak membersihkan sarana-sarana upacara termasuk jempana dan
barong. Dalam pelaksanaan upacara ini dilakukan sembahyangan bersama.
Setelah sembahyangan bersama seluruh sarana-sarana upacara serta barong
dibawa kembali ke pura.
- Upacara Melaspas kemudian
dilanjutkan dengan upacara Tawur Agung yang dilaksanakan di
pelataran parkir Pura. Dalam upacara Tawur Agung ini dihaturkan
persembahan berupa caru yang ditujukan kepada para bhuta. Setelah
penghaturan caru dilanjutkan dengan pengerupukan dengan membunyikan
kentongan dan membakar obor. Obor dan suara dari kentongan tersebut dibawa
berkeliling di areal Pura. Sesampainya kembali di pelataran parkir
semua sarana upacara tersebut dibakar menjadi satu.
- Upacara pengerupukan dan Tawur
Agung ditutup dengan pelaksanaan kirtan Tri Murti di tempat
pembakaran sarana upacara. Setelah kirtan, umat berisitirahat sambil
menunggu pesiapan persembahyangan tilem. Persembahyangan tilem berjalan
dengan khidmat dan lancar hingga usai.
Pelaksanaan
Upacara Melasti ini menjadi salah satu daya tarik wisata yang saat
menarik untuk disaksikan, bagi anda yang ini melihat keunikannya upacara
Melasti, kita tunggu kedatangan anda ke Bali pulau Dewata.
Melasti
ngarania ngiring prewatek Dewata anganyutaken laraning jagat papa klesa,
letuhing bhuwana. (Lontar Sang Hyang Aji Swamandala). Maksudnya: Melasti adalah
meningkatkan Sraddha dan Bhakti pada para Dewata manifestasi Tuhan Yang Mahaesa
untuk menghanyutkan penderitaan masyarakat, menghilangkan papa klesa dan
mencegah kerusakan alam. Setiap Sasih Kesanga umat Hindu di Nusantara
mengadakan Upacara Yadnya yang disebut melasti yang dilanjutkan dengan nyejer.
Ritual melasti dan nyejer ini sebagai pendahuluan dari Hari Raya Nyepi.
Melasti, Nyejer dan Nyepi sebagai kegiatan keagamaan Hindu untuk memperingati
Tahun Baru €aka. Hakikat semua perayaan keagamaan Hindu tersebut sebagai suatu
proses evaluasi penyelenggaraan kehidupan yang dilakukan setiap tahun. Proses
evaluasi ini amat dibutuhkan untuk mencermati penyelenggaraan kehidupan di bumi
ini agar senantiasa berada dalam jalur yang benar sesuai dengan ketentuan
pustaka suci Weda. Kutipan Lontar Sang Hyang Aji Swamandala di atas itu,
menjelaskan empat tujuan Melasti. Sedangkan tujuannya yang tertinggi dinyatakan
dalam Lontar Sunarigama yang dinyatakan dalam bahasa Jawa Kuno sbb: ”Melasti
ngaran amet sarining amertha kamandalu ring telenging segara. ” Maksudnya:
Dengan Melasti mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudra. Dua kutipan
Lontar ini, sudah amat jelas makna ritual Melasti itu sebagai proses untuk
mengingatkan umat manusia akan makna tujuan hidupnya di bumi ini. Tuhan telah
menciptakan berbagai sumber alam sebagai wahana dan sarana kehidupan bagi umat
manusia hidup di bumi ini. Untuk hidup di bumi ini hendaknya menggunakan
sari-sari alam ciptaan Tuhan. Ini artinya hendaknya dihindari mengeksploitasi
sumber alam ini secara berlebihan. Untuk melakukan hal itu, umat manusia
dimotivasi dengan ritual sakral tiap tahun dengan Upacara Melasti. Dari kutipan
Lontar tersebut di atas, maka Melasti itu ada empat sasarannya yaitu: 1.
Ngiring Prawatek Dewata. Artinya membangun sikap hidup untuk senantiasa
menguatkan sraddha bhakti serta patuh pada tuntunan para Dewata sinar suci
Tuhan. Umat Hindu di Bali melakukan Upacara Melasti dengan melakukan pawai
keagamaan yang di Bali disebut mapeed untuk melakukan perjalanan suci menuju
sumber air seperti laut dan sungai atau mata air lainnya yang dianggap memiliki
nilai sakral secara keagamaan Hindu. Saat perjalanan suci dengan mapeed itu
umat diharapkan melakukan bhakti pada Dewata manifestasi Tuhan dengan
simbol-simbol sakral yang lewat di depan rumahnya atau sembahyang bersama saat
sudah di tepi laut atau sungai. 2. Anganyutaken Laraning Jagat. Ini artinya
dengan Upacara Melasti umat dimotivasi secara ritual untuk membangkitkan
spiritual kita untuk berusaha menghilangkan Laraning Jagat (Sosial care).
Istilah Laraning Jagat ini memang sulit sekali mencari padanannya agar ia tidak
kehilangan makna. Kata Lara dan Jagat sudah sangat dipahami oleh umat Hindu di
Bali. Lara ini agak mirip dengan hidup menderita. Hanya yang disebut dengan
Lara tidaklah semata-mata orang yang miskin materi. Banyak juga orang kaya,
orang berkuasa, orang yang berpendidikan tinggi, keturunan bangsawan hidupnya
Lara. Orang kaya menggunakan kekayaannya untuk membangkitkan kehidupan yang
mengumbar hawa nafsu. Kekuasaan dijadikan media untuk mengembangkan ego untuk
bersombong-sombongria, atau menggunakan kekuasaan untuk mengeruk keuntungan
pribadi bukan untuk mengabdi pada mereka yang menderita. Demikian juga banyak
ilmuwan menjadi sombong karena merasa diri pintar. Banyak juga orang yang
meninggi-ninggikan kewangsaannya. Sifat-sifat yang negatif itulah yang akan
menimbulkan disharmoni dalam kehidupan bermasyarakat. Jadinya menghilangkan
Laraning Jagat hendaknya diaktualisasikan untuk menghilangkan sumber
penderitaan masyarakat baik yang bersifat Niskala maupun yang bersifat Sekala.
3. Anganyutaken Papa Klesa. Para Pinandita maupun Pandita dalam mengantarkan
Upacara Keagamaan Hindu selalu mengucapkan Mantram: Om Papa Klesa Winasanam.
Mantram ini hampir tidak pernah dilupakan. Arti Mantram tersebut adalah: Ya
Tuhan semoga Papa Klesa itu terbinasakan. Hidup yang ”papa” disebabkan oleh
sifat-sifat klesa yang mendominasi diri pribadi manusia. Mengenai Klesa sebagai
lima kekuatan negatif yang dibawa oleh Unsur Predana sudah diterangkan di
bagian depan dari tulisan ini. Lima klesa (Awidya, Asmita, Raga, Dwesa dan
Abhiniwesa) inilah yang harus diatasi agar jangan hidup ini menjadi papa. Hidup
yang papa itu adalah hidup yang berjalan jauh di luar garis Dharma yang membawa
orang semakin jauh dari Tuhan. 4. Anganyuntaken Letuhing Bhuwana. Yang dimaksud
dengan Bhuwana yang ”Letuh” adalah alam yang tidak lestari. Letuh artinya kotor
lahir batin. Atau dalam istilah Sarasamuscaya disebut Abhuta Hita artinya alam
yang tidak lestari. Bhuta artinya unsur yang ada. Bhuta itu ada lima sehingga disebut
Panca Maha Bhuta. Lima Bhuta tersebut adalah: pertiwi, apah, bayu, teja dan
akasa. Lima unsur alam itulah yang wajib kita jaga kesejahteraannya. Jangan
lima unsur Bhuta itu diganggu kelestariannya. Jadinya Upacara Melasti itu
adalah untuk menanam nilai-nilai filosofis tersebut, sehingga setiap orang
termotivasi untuk melakukan tiga langkah tersebut dalam hidupnya secara sadar
dan terencana sebagai wujud bhakti pada Tuhan. Tentunya Upacara Melasti akan
menjadi mubazir kalau bhakti kita pada Tuhan tidak diwujudkan untuk membenahi
diri dengan menjadikan informasi agama sebagai kekuatan melakukan transformasi
diri menghilangkan Panca Klesa. Dari diri yang berubah itulah, kita
meningkatkan kepedulian kita pada perbaikan sosial (Sosial Care) yang disebut ”Anganyutaken
laraning jagat”. Selanjutnya Melasti untuk memotivasi umat melakukan upaya
pelestarian alam lingkungan